MEMBANGUN KHAZANAH ILMU DAN PENDIDIKAN

Belajar itu adalah perobahan …….

Aisyah dilanda Fitnah

Posted by Bustamam Ismail on October 7, 2010

Sebenarnya tidak perlu sampai menjadi buah bibir; dia memasuki Medinah  di  depan  mata  orang  banyak,  di  belakang pasukan tentara yang juga datang dalam waktu hampir bersamaan sehingga tidak  perlu  harus  menimbulkan sesuatu prasangka. Dia datang disaksikan  oleh  orang  banyak  dengan   wajah   bersih   dan berseri-seri,   tak  ada  tanda-tanda  yang  akan  menimbulkan kecurigaan. Seharusnya biarlah kota Medinah  berjalan  seperti biasa.

A. Juwairia bint’l-Harith jadi isteri Rasululloh

Biarlah  hasil rampasan perang dan tawanan perang Banu Mushtaliq itu dibagi-bagi antara sesama kaum Muslimin, biarlah mereka  menikmati hidup sejahtera, yang makin hari sudah makin terasa. Iman mereka pun makin dalam menanamkan rasa harga diri dalam  menghadapi  musuh,  di samping adanya kesungguhan hati, keberanian menghadapi maut demi Allah, untuk agama  dan  untuk kebebasan  orang lain menganut kepercayaan agamanya, kebebasan yang sebelum itu tidak pula dikenal oleh masyarakat Arab.

Juwairia bint’l-Harith termasuk salah seorang  tawanan  perang Banu Mushtaliq. Dia memang seorang wanita cantik dan manis. Ia jatuh menjadi bagian salah seorang Anshar. Dalam  hal  ini  ia ingin menebus diri, tetapi mengetahui bahwa dia puteri seorang pemuka Banu Mushtaliq, dan ayahnya akan mampu  menebus  berapa saja  diminta,  maka  tebusan  yang  diminta itu cukup tinggi. Kuatir akan membawa akibat yang melampaui batas, maka Juwairia sendiri  segera  pergi  menemui  Nabi,  yang ketika itu sedang berada di rumah Aisyah.

“Saya Juwairia  puteri  al-Harith  bin  Abi  Dzirar,  pemimpin masyarakat,”  katanya.  “Saya mengalami bencana, seperti sudah tuan ketahui tentunya. Tetapi karena saya sudah menjadi milik si anu, maka saya telah memajukan penawaran guna membebaskan diri saya. Kedatangan saya kemari ingin mendapat bantuan  tuan mengenai penawaran saya itu.”

“Maukah engkau dengan yang lebih baik dari itu?” tanya Nabi “Apa?” “Saya penuhi penawaranmu dan saya kawin dengan kau.”

Setelah   berita  itu  tersiar,  sebagai  penghormatan  kepada semenda  Rasulullah  dengan  Banu  Mushtaliq,  tawanan-tawanan perang  yang  ada  di  tangan  mereka  segera mereka bebaskan; sehingga mengenai Juwairia  ini  Aisyah  pernah  berkata:  Tak pernah  saya  lihat  ada  seorang  wanita  lebih besar membawa keuntungan buat golongannya seperti dia ini.

Demikianlah sebuah sumber menyebutkan  Ada  pula  sumber  lain yang   mengatakan,   bahwa  al-Harith  b.  Abi  Dzirar  datang mengunjungi Nabi hendak menebus puterinya itu, dan dia sendiri pun  masuk  Islam  setelah  dia  percaya akan ajaran Nabi, dan bahwa dia mengambil Juwairia puterinya yang  juga  lalu  masuk Islam  seperti  ayahnya.  Kemudian  Muhammad  meminangnya  dan mengawininya, dengan mas kawin sebesar 400 dirham.

Seterusnya sumber  ketiga  menyebutkan,  bahwa  ayahnya  tidak senang  dengan  perkawinan  ini,  bahkan dia tidak setuju, dan bahwa yang mengawinkannya  dengan  Nabi  ialah  salah  seorang kerabatnya tanpa sekehendak ayahnya. Setelah  Muhammad kawin dengan Juwairia, dibuatkannya rumah di samping rumah-rumah isterinya yang lain didekat mesjid. Dengan demikian ia menjadi Ibu kaum Muslimin pula.

B. Siti Aisyah dilanda Fitnah.

Sementara itu orang di luaran mulai pula berbisik-bisik kenapa Aisyah  terlambat  di  belakang  pasukan  tentara  dan  datang bersama  Shafwan  menumpang  untanya,  sedang  Shafwan seorang pemuda yang tampan dan tegap.

Saudara perempuan Zainab bt. Jahsy yang bernama  Hamna,  sudah mengetahui  bahwa  Aisyah dalam hati Muhammad mempunyai tempat melebihi saudaranya itu.  Ia  segera menyebarkan desas-desus orang  tentang  Aisyah  ini.  Ia mendapat  dukungan Hassan b. Thabit, dan Ali b. Abi Talib juga menyambutnya.

Dengan demikian Abdullah b. Ubayy merasa mendapat  tanah  yang subur  dalam  usahanya  menyebarkan  bibit  berita  itu,  yang sekaligus merupakan obat penawar pula terhadap api kebencian yang ada  dalam    hatinya.   Mati-matian   ia   berusaha menyebar-luaskan  berita  itu.  Akan  tetapi  dalam  hal   ini kalangan  Aus  telah  menentukan  sikap hendak membela Aisyah. Aisyah  adalah  lambang  kesucian  dan  seorang  wanita   yang berakhlak  tinggi,  yang  patut  menjadi teladan Peristiwa ini hampir saja menjadi suatu fitnah di Medinah.

Berita-berita ini kemudian sampai  juga  kepada  Muhammad.  Ia jadi gelisah. Apa? Aisyah akan mengkhianatinya? Tidak mungkin! Itu adalah perbuatan keji dan bertentangan. Dengan rasa  cinta dan  kasihnya  kepada  Aisyah  hal  yang hanya didasarkan pada prasangka semacam itu adalah  suatu  dosa  besar.  Ya.  Tetapi wanita! Cih! Siapa pula gerangan yang dapat menduga lubuk hati mereka. Lagi pula Aisyah masih muda belia. Kalung  serupa  apa benar  yang  hilang  dan dicarinya pada malam buta serupa itu? Kenapa hal itu tidak disebut-sebut ketika mereka masih  berada di  markas?  Nabi  sendiri masih dalam kebingungan, belum tahu ia, akan percayakah atau tidak. Orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu  kepada Aisyah,  meskipun  ia  sendiri sudah merasa aneh melihat sikap suaminya yang kaku, yang belum pernah di lihatnya  dan  memang tidak  sesuai  dengan  perangainya  yang  selalu lemah-lembut, selalu penuh kasih kepadanya.

Kemudian Aisyah jatuh sakit, sakit yang cukup keras.  Bila  ia datang  menengoknya  dan  ibunya ada di tempat itu merawatnya, tidak lebih ia hanya berkata: “Bagaimana?” Sungguh  pilu  hati Aisyah  merasakannya  bila  ia  melihat sikap Nabi begitu kaku kepadanya. Ia bicara dengan hatinya sendiri,  tidakkah  karena Juwairia  yang  sekarang  menggantikan  tempatnya  dalam  hati suaminya? Begitu sesak dadanya karena sikap Muhammad yang kaku kepadanya itu, sehingga pernah ia berkata: “Kalau  kauijinkan,  aku  akan  pindah ke rumah ibu, supaya ia dapat merawatku.”

Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikapnya yang berlebih-lebihan itu  menimbulkan  kepedihan  pula dalam hatinya sendiri. Lebih dari duapuluh  hari  ia  menderita  sakit,  baru  kemudian  ia sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya, dia tidak tahu.

Sebaliknya  Muhammad,  ia  merasa  sangat   terganggu   karena berita-berita yang disebarkan orang itu. Sekali ia mengucapkan pidato ini di hadapan orang banyak. “Saudara-saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya  mengenai keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang baik-baik.  Lalu  mereka  mengatakan  sesuatu  yang  ditujukan kepada seseorang, yang saya  ketahui,  demi  Allah,  dia  juga orang  baik;  tak  pernah  ia  datang ke salah satu rumah saya hanya jika bersama dengan saya.”

Kemudian Usaid b. Hudzair berdiri seraya berkata:

Rasulullah,  kalau  mereka  itu  dan   saudara-saudara   kami kalangan  Aus,  biarlah  kami selesaikan, dan kalau mereka itu dan saudara-saudara kami golongan Khazraj perintahkanlah  juga kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal.”

Akan  tetapi  Sa’d  b.  ‘Ubada lalu menjawab, bahwa dia berani mengatakan  itu  karena  dia  mengetahui  bahwa  mereka   dari golongan  Khazraj.  Kalau  mereka  itu  dari  Aus tentu takkan mengatakannya. Orang ramai  lalu  mengadakan  berundingan  dan hampir-hampir terjadi suatu bencana fitnah, kalau tidak karena Rasul segera campur tangan  dengan  suatu  kebijaksanaan  yang baik sekali.

Akhirnya,   berita   itu   pun   sampai  juga  kepada  Aisyah, diceritakan  oleh  seorang  wanita  dari  Muhajirin.  Terkejut sekali  mendengar  berita itu, hampir-hampir ia jatuh pingsan. Ia menangis tersedu-sedu, tak dapat lagi  ia  menahan  airmata yang  begitu  deras  berderai,  sehingga  terasa  seolah pecah jantungnya. Ia pergi menjumpai ibunya,  dengan  membawa  beban perasaan   yang   cukup  berat,  hampir-hampir  terbawa  jatuh terhuyung.

Ampun, Ibu,” katanya, dengan suara tersekat  oleh  air  mata. “Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi samasekali tidak ibu katakan kepada saya.”

Melihat  kesedihan  yang  begitu  menekan   perasaan,   ibunya berusaha  hendak  meringankannya.  “Anakku,”  katanya, “Jangan terlampau gundah. Seorang  wanita  cantik  yang  dimadu,  yang dicintai  suami,  tidak  jarang menjadi buah bibir madunya dan buah bibir orang.”

Akan tetapi dengan kata-kata itu Aisyah belum  terhibur  juga. Kembali  ia  merasa  lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi kepadanya   yang   terasa   kaku,   padahal   tadinya   sangat lemah-lembut.  Ia  merasa, bahwa berita itu tampaknya terkesan juga dalam hati Nabi, dan karenanya ia  jadi  curiga.  Tetapi, gerangan  apa  yang  akan  dapat diperbuatnya? Akan dimulainya sajakah ia yang bicara serta menyebutkan berita itu, dan  akan bersumpah  bahwa  ia  sama  sekali  tidak  berdosa? Jadi kalau begitu ia menuduh diri sendiri,  kemudian  menyanggah  tuduhan itu  dengan sumpah dan permohonan. Ataukah sudah saja membuang muka seperti dia,  dan  juga  membalasnya  bersikap  kepadanya seperti  dia,  pula?  Tetapi dia adalah Rasul Allah, dia telah memilihnya diatas isteri-isterinya yang lain. Bukan salah  dia kalau  orang  sampai  menyiarkan  desas-desus tentang dirinya, karena dia telah terlambat dari pasukan  tentara  dan  kembali pulang  dengan  Shafwan.  Ya  Allah!  Berikanlah  jalan keluar kepadanya  dalam  suasana  yang  demikian  rumit  itu,  supaya terbuka   kepada  Muhammad  keadaan  yang  sebenarnya  tentang dirinya itu, supaya  ia  pun  kembali  seperti  dalam  suasana semula,  penuh  cinta,  penuh  kasih  dan  selalu lemah-lembut kepadanya.

Tetapi keadaan  Muhammad  sebenarnya  tidak  lebih  enak  dari Aisyah.  Ia  merasa  tersiksa karena percakapan orang mengenai dirinya itu, sehingga akhirnya terpaksa  ia  meminta  pendapat sahabat-sahabatnya  yang terdekat: apa yang akan diperbuatnya.

Ia pergi  ke  ramah  Abu  Bakr,  Ali  dan  Usama   bin   Zaid dipanggilnya  akan  dimintai  pendapat. Usama ternyata menolak sama sekali  segala  tuduhan  yang  dilemparkan  orang  kepada Aisyah itu. Itu bohong dan tidak punya dasar. Sebagaimana Nabi mengenalnya, orang lain pun juga mengenal dia sebagai  seorang wanita   yang   sangat   baik.  Sebaliknya  Ali.  Ia  berkata: “Rasulullah, wanita yang lain banyak.”  Lalu  sarannya  supaya menanyai   bujang   pembantu   Aisyah,  kalau-kalau  ia  dapat dipercaya. Pembantu  rumah  itu  pun  dipanggil.  Ali  berdiri menghampirinya,  lalu memukulnya yang cukup membuat bujang itu merasa kesakitan seraya berkata: “Katakanlah  yang  sebenarnya kepada Rasulullah!” “Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik,” jawab pembantu rumah itu. Segala tuduhan jahat yang ditujukan  kepada  Aisyah dibantahnya.

Akhirnya tak ada  jalan  lain Muhammad harus menemui sendiri isterinya dan dimintanya  supaya  mengaku.  Ia  masuk  menemui Aisyah;  di  tempat  itu  ada  ayahnya dan seorang wanita dari Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga turut  pula menangis. Tiada terderita olehnya betapa dalamnya kesedihannya itu mencabik hati, tergetar ia setelah mengetahui  bahwa  oleh Muhammad  ia  dicurigai.  Dicurigai  oleh  itu  laki-laki yang sangat   dicintainya,   dipujanya,   laki-laki   yang   sangat dipercayainya, tempat dia rela mati untuknya.

Melihat kedatangannya itu, disekanya airmatanya, dan terdengar olehnya ketika ia berkata:“Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi  pembicaraan orang.  Hendaknya  engkau takut kepada Allah jika engkau telah melakukan suatu kejahatan seperti apa  yang  dikatakan  orang. Bertaubatlah  engkau  kepada  Allah, sebab Allah akan menerima segala taubat yang datang dari hambaNya.”

Selesai kata-kata itu diucapkan, Aisyah merasa darahnya  sudah mendidih.  Airmatanya  jadi kering.Ia menoleh ke arah ibunya dan  ke  arah ayahnya.  Ia  menunggu  bagaimana  mereka  akan menjawab.  Tetapi ternyata mereka diam, tiada sepatah kata pun yang keluar dari  mereka.  Hati  Aisyah  makin  panas,  seraya katanya:

Kenapa kalian tidak menjawab?”Sungguh  kami  tidak  tahu bagaimana harus kami jawab,” jawab mereka.

Lalu mereka berdua kembali terdiam lagi. Ketika itulah ia  tak dapat  menahan diri. Ia menangis lagi tersedu-sedu. Airmatanya itu telah dapat meredakan api amarah yang menyala-nyala seolah hendak  membakar  jantungnya.  Sambil menangis itu kemudian ia bicara, ditujukan kepada Nabi:

Demi Allah, sama sekali  saya  tidak  akan  bertaubat  kepada Tuhan  seperti  yang  kausebutkan  itu.  Saya tahu, kalau saya mengiakan  apa  yang  dikatakan  orang   itu,   sedang   Tuhan mengetahui  bahwa  saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan sesuatu yang tak ada. Tetapi kalau  pun  saya  bantah,  kalian takkan  percaya.”  Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi: “Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf:  ‘Maka  sabar  itulah yang baik, dan hanya Allah tempat meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!”

Sejenak jadi sunyi,  setelah  terjadi  pergolakan  itu.  Orang tidak  tahu  pasti  sampai  berapa lama hal itu berjalan. Akan tetapi  begitu  Muhammad  hendak   meninggalkan   tempat   itu tiba-tiba ia terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya. Pakaiannya segera diselimutkan  kepadanya  dan  sebuah  bantal dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.

Dalam  hal ini Aisyah berkata: “Saya sendiri sama sekali tidak merasa takut dan tidak peduli setelah  melihat  kejadian  ini. Saya  sudah  mengetahui,  bahwa  saya  tidak berdosa dan Allah tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri  saya.  Sebaliknya orangtua  saya,  setelah  Rasulullah s.a.w. terjaga, saya kira nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau  wahyu dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang.”

Setelah  Muhammad terjaga, ia duduk kembali, dengan bercucuran keringat. Sambil menyeka keringat dari dahi ia berkata: “Gembirakanlah hatimu, Aisyah!  Tuhan  telah  membebaskan  kau dari tuduhan.” “Alhamdulillah,” kata Aisyah.

Kemudian  Muhammad  pergi  ke mesjid, dan membacakan ayat-ayat berikut ini kepada kaum Muslimin:”Mereka yang datang membawa berita bohong itu sebenarnya  dari golonganmu  juga.  Jangan  kamu mengira ini suatu bencana buat kamu, tetapi sebaliknya, suatu kebaikan juga buat kamu. Setiap orang  dari  mereka itu akan mendapat ganjaran hukum atas dosa yang mereka perbuat. Dan  orang  yang  mengetuai  penyiarannya diantara  mereka  itu  akan mendapat siksa yang berat. Mengapa orang-orang  beriman  –  laki-laki  dan  perempuan  –   ketika mendengar  berita itu, tidak berprasangka baik terhadap sesame mereka sendiri, dan mengatakan: ini adalah suatu berita bohong yang  nyata sekali? Mengapa dalam hal ini mereka tidak membawa empat orang saksi. Kalau mereka tak dapat membawa  saksi-saksi itu, maka mereka itu disisi Allah adalah orang-orang pendusta.

Dan sekiranya bukan karena kemurahan Tuhan dan kasih-sayangNya juga kepadamu – di dunia dan di akhirat – niscaya siksa  Allah yang  besar akan menimpa kamu, karena fitnah yang kamu lakukan itu. Tatkala kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut, dan kamu  katakan  pula  dengan  mulut kamu sendiri apa yang tidak kamu ketahui dengan pasti,  dan  kamu  mengiranya  hanya  soal kecil  saja,  padahal pada Allah itu adalah perkara besar. Dan tatkala kamu mendengarnya, mengapa tidak  kamu  katakan  saja: tidak  sepatutnya  kami  membicarakan  masalah  ini. Maha Suci Tuhan. Ini adalah kebohongan besar. Allah memperingatkan kamu, jangan  sekali-kali  hal  serupa  itu  akan terulang jika kamu memang   orang-orang   yang   beriman.    Allah    menjelaskan keterangan-keterangan   itu   kepada   kamu.  Dan  Allah  Maha Mengetahui,  Maha  Bijaksana.   Mereka   yang   suka   melihat tersebarnya  perbuatan  keji  di kalangan orang-orang beriman, akan mengalami siksaan pedih di  dunia  dan  di  akhirat.  Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qur’an, 24 : 11-19)

Dalam hubungan ini pula datangnya ketentuan  hukuman  terhadap orang  yang  melemparkan  tuduhan buta kepada kaum wanita yang baik-baik.

Dan mereka yang melemparkan tuduhan keji kepada wanita-wanita yang  baik-baik,  lalu  mereka  tak  dapat membawa empat orang saksi, maka deralah mereka dengan delapan puluh kali  pukulan, dan  jangan  sekali-kali  menerima  lagi kesaksian mereka itu. Mereka itu adalah orang-orang yang jahat.” (Qur’an, 24: 4)

Untuk  melaksanakan  ketentuan  Qur’an,  mereka   yang   telah menyebarkan  berita  keji  itu  – Mistah b. Uthatha, Hassan b. Thabit dan Hamna bt.  Jahsy,  masing-masing  mendapat  hukuman dera delapanpuluh kali. Sekarang kembali Aisyah seperti dalam keadaannya semula, dalam rumah tangga dan dalam hati Muhammad.

Sebagai  komentar  atas  peristiwa  ini   Sir   William   Muir menyebutkan  sebagai  berikut:  “Sejarah  Aisyah, baik sebelum atau  sesudah  peristiwa  itu  mengharuskan   kita   mengambil keputusan  yang  pasti  bahwa  dia,  adalah bersih dari segala tuduhan itu dan mengharuskan kita pula untuk  tidak  ragu-ragu lagi menggugurkan segala macam prasangka terhadap dirinya.”

Akan  tetapi sesudah itu pun Hassan b. Thabit kembali diterima dan  mendapat  kasih  sayang  Muhammad  lagi.  Demikian   juga Muhammad  minta  kepada  Abu  Bakr,  supaya  jangan mengurangi kasih-sayangnya kepada Mistah seperti yang sudah-sudah.  Sejak itu selesailah peristiwa itu dan tidak lagi meninggalkan bekas di  seluruh  Medinah.  Aisyah  pun  cepat  pula  sembuh   dari sakitnya,  lalu  kembali  ke  rumahnya  di  tempat  Rasul, dan kembali pula ke dalam hati Rasul, kembali  dalam  kedudukannya yang   tinggi   dalam  hati  sahabat-sahabatnya  seluruh  kaum Muslimin. Dengan demikian Nabi dapat kembali mengabdikan  diri kepada  ajarannya  dan kepada pengarahan kaum Muslimin sebagai suatu persiapan guna menghadapi perjanjian  Hudaibiya.  Semoga Allah memberikan kemenangan yang nyata kepada umat Muslimin.

Catatan kaki:

1 Qur’an 53

2 Sebuah desa atau pangkalan air terletak antara Mekah   dengan Medinah, kira-kira 66 km dari Mekah (A).

3 min ka’abat’l-munqalab, ‘menarik diri dari perjalanan  dan kembali ke kampung halaman, yakni ia kembali ke  rumah dengan melihat segala sesuatu yang menyedihkan’   (N), (A).

4 Aslinya secara harfiah: ‘Gemukkan anjingmu, engkau akan dimakannya.’ (A).

 

Sumber: S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D

oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980

 

Leave a comment